Think Again, Mempertanyakan dan Mengubah Pemikiran

bedah buku think again

Pernah nggak sih kita merasa yakin banget sama suatu hal, tapi ternyata setelah dipikir-pikir lagi, kita salah besar? Itu sebenarnya wajar banget. Kita semua pasti pernah ada di situasi seperti itu. Tapi masalahnya, nggak semua orang mau atau mampu mengakui kesalahan mereka, apalagi mengubah cara pandang mereka. Nah, di sinilah buku Think Again karya Adam Grant jadi relevan banget. Buku ini mengajarkan kita bahwa kemampuan untuk mempertanyakan dan mengubah pemikiran adalah salah satu keterampilan paling penting yang harus kita miliki di dunia yang terus berubah.

Adam Grant bilang bahwa kebanyakan dari kita terlalu nyaman dengan apa yang sudah kita ketahui. Kita cenderung mempertahankan keyakinan kita, meskipun ada bukti yang menunjukkan sebaliknya. Ini disebut “keyakinan berlebihan” atau overconfidence bias. Grant nggak cuma membahas kenapa hal ini terjadi, tapi juga gimana cara kita bisa keluar dari perangkap ini. Menurut dia, salah satu caranya adalah dengan terus belajar untuk berpikir ulang atau think again. Artinya, kita harus berani mengakui bahwa kita nggak tahu segalanya dan terbuka untuk belajar hal baru.

Salah satu konsep menarik dari buku ini adalah perbedaan antara tiga jenis pemikiran: preacher (pengkhotbah), prosecutor (jaksa), dan politician (politisi). Ketika kita jadi preacher, kita mencoba membela keyakinan kita tanpa mau mendengar argumen lain. Sebagai prosecutor, kita berusaha mencari kelemahan atau kesalahan dalam argumen orang lain. Sedangkan sebagai politician, kita cuma peduli tentang mendapatkan dukungan atau persetujuan dari orang lain. Grant bilang, pola pikir ini sering kali menghambat kita untuk berpikir ulang, karena kita lebih fokus pada pembenaran daripada pencarian kebenaran.

Sebaliknya, Grant mengajak kita untuk mengadopsi pola pikir scientist atau ilmuwan. Ilmuwan nggak pernah berhenti mempertanyakan asumsi mereka. Mereka nggak takut untuk mengubah hipotesis mereka kalau bukti baru muncul. Inilah pola pikir yang menurut Grant harus kita miliki kalau kita ingin berkembang. Dengan berpikir seperti ilmuwan, kita lebih fokus pada proses mencari kebenaran daripada mempertahankan ego kita.

Think Again juga membahas pentingnya kerendahan hati intelektual atau intellectual humility. Ini adalah kemampuan untuk mengakui bahwa kita mungkin salah dan bahwa ada hal-hal yang belum kita ketahui. Kerendahan hati ini nggak bikin kita jadi lemah, malah bikin kita lebih kuat karena kita jadi lebih terbuka untuk belajar dan berkembang. Grant bilang, orang yang punya kerendahan hati intelektual lebih cenderung sukses dalam jangka panjang, karena mereka nggak terjebak dalam pemikiran yang kaku.

Buku ini juga menjelaskan bagaimana kita bisa membantu orang lain untuk berpikir ulang. Kadang, kita berdebat dengan orang yang punya pandangan berbeda, tapi ujung-ujungnya malah bikin mereka semakin yakin dengan pendapat mereka. Ini disebut “backfire effect.” Grant bilang, salah satu cara untuk menghindari ini adalah dengan mendekati orang lain seperti seorang penasihat, bukan seperti seorang jaksa. Artinya, kita harus lebih banyak bertanya daripada memberi ceramah. Dengan bertanya, kita mendorong mereka untuk merenungkan keyakinan mereka sendiri, tanpa merasa diserang.

Salah satu bagian favorit dari buku ini adalah ketika Grant membahas tentang zona nyaman dan zona belajar. Banyak dari kita cenderung tinggal di zona nyaman, karena itu terasa aman dan familiar. Tapi kalau kita ingin berkembang, kita harus berani keluar dari zona nyaman dan masuk ke zona belajar. Ini mungkin nggak nyaman, tapi di sinilah kita benar-benar bisa tumbuh. Think Again mengajarkan kita bahwa ketidakpastian dan perubahan adalah bagian dari hidup, dan bahwa kita harus belajar untuk merasa nyaman dengan ketidaknyamanan itu.

Grant juga mengangkat konsep “keingintahuan tingkat lanjut” atau advanced curiosity. Ini adalah kemampuan untuk terus bertanya, bahkan ketika kita merasa sudah tahu jawabannya. Banyak dari kita berhenti bertanya setelah mendapatkan jawaban pertama, tapi Grant bilang bahwa jawaban pertama sering kali hanya permukaan. Dengan terus bertanya, kita bisa menggali lebih dalam dan menemukan wawasan baru yang mungkin nggak kita pikirkan sebelumnya.

Salah satu studi kasus menarik dalam buku ini adalah tentang bagaimana perusahaan dan organisasi yang sukses adalah mereka yang terus berpikir ulang. Grant menceritakan kisah-kisah tentang perusahaan yang gagal karena mereka terlalu terpaku pada cara lama mereka, sementara pesaing mereka yang lebih fleksibel justru berhasil. Ini adalah pengingat bahwa di dunia bisnis, stagnasi adalah musuh terbesar. Kalau kita nggak mau berubah, kita akan ketinggalan.

Di sisi lain, Grant juga menunjukkan bahwa individu yang sukses adalah mereka yang nggak takut untuk mengubah arah. Dia memberi contoh tentang atlet, pengusaha, dan pemimpin yang mampu mengakui kesalahan mereka, belajar dari pengalaman, dan mencoba pendekatan baru. Ini bukan soal seberapa sering kita gagal, tapi seberapa cepat kita bisa bangkit dan beradaptasi.

Think Again juga relevan dalam konteks hubungan personal. Grant menjelaskan bagaimana kita sering kali berdebat dengan pasangan, teman, atau keluarga hanya untuk membuktikan bahwa kita benar. Tapi kalau kita benar-benar peduli dengan hubungan itu, kita harus belajar untuk mendengarkan dan memahami sudut pandang mereka. Dengan berpikir ulang, kita bisa menciptakan hubungan yang lebih sehat dan saling mendukung.

Buku ini juga menyentuh soal pendidikan dan bagaimana kita bisa membantu generasi berikutnya untuk berpikir lebih kritis. Grant percaya bahwa sekolah dan universitas harus mengajarkan siswa untuk bertanya dan berpikir ulang, bukan hanya menghafal jawaban. Dengan begitu, mereka bisa lebih siap menghadapi dunia yang terus berubah.

Pada akhirnya, Think Again mengajarkan bahwa kemampuan untuk berpikir ulang bukan hanya tentang kecerdasan, tetapi juga tentang keberanian. Keberanian untuk mengakui bahwa kita bisa salah. Keberanian untuk melepaskan ego dan fokus pada kebenaran. Keberanian untuk terus belajar, bahkan ketika itu berarti kita harus meninggalkan keyakinan lama kita. Dan mungkin, dalam keberanian itulah kita menemukan kebijaksanaan sejati.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.