
Kita hidup di zaman di mana semuanya bisa didapat dengan cepat dan gampang. Tinggal klik, barang langsung sampai depan pintu. Butuh sesuatu? Cukup cari di marketplace, ada ribuan pilihan yang bikin kita kalap. Diskon, flash sale, buy one get one, cashback, dan segala macam trik marketing bikin kita terus-terusan merasa perlu beli sesuatu, padahal belum tentu kita benar-benar butuh. Inilah kenapa konsep You Only Need One (YONO) jadi makin relevan, terutama buat ngelawan kebiasaan konsumtif yang sering bikin dompet jebol tanpa sadar.
Coba deh lihat ke lemari baju. Berapa banyak kaos yang sebenarnya nggak pernah dipakai? Sepatu yang cuma dipakai sekali dua kali? Barang elektronik yang dibeli karena ikut tren, tapi akhirnya cuma jadi pajangan? Ini semua terjadi karena kita sering terjebak dalam pola pikir “lebih banyak lebih baik”. Kita merasa harus punya banyak barang, padahal sebenarnya kita cuma butuh satu yang benar-benar fungsional.
Gadget adalah contoh paling nyata. Tiap tahun, brand HP besar pasti ngeluarin model baru dengan fitur-fitur yang kelihatannya revolusioner, padahal buat kebutuhan sehari-hari, HP lama kita masih lebih dari cukup. Tapi, karena ada dorongan sosial dan marketing yang bikin kita merasa ketinggalan zaman kalau nggak upgrade, akhirnya kita tergoda buat beli. Kalau dipikir-pikir, berapa banyak fitur dari HP terbaru yang benar-benar kita pakai? Seringnya, kita cuma butuh satu HP yang bagus, bukan koleksi HP baru tiap tahun.
YONO ngajarin kita buat berhenti sejenak dan mikir sebelum beli sesuatu. Beneran butuh, atau cuma lapar mata? Ada prinsip simpel yang bisa kita pakai: kalau kita udah punya satu barang yang masih bisa digunakan dengan baik, kita nggak perlu beli yang lain. Misalnya, kalau kita udah punya satu jam tangan yang berkualitas, buat apa beli lima lagi dengan model berbeda? Atau kalau kita udah punya satu jaket yang nyaman dan bisa dipakai ke mana-mana, kenapa harus beli jaket baru cuma karena ada promo?
Di dunia fashion, konsep YONO juga bisa bikin hidup lebih simpel. Daripada punya puluhan baju yang akhirnya cuma numpuk di lemari, lebih baik punya beberapa pakaian berkualitas yang bisa dipakai dalam berbagai kesempatan. Ini juga dikenal sebagai konsep capsule wardrobe, di mana seseorang hanya punya sedikit pakaian tapi semuanya fungsional dan bisa dipadu-padankan dengan baik. Nggak perlu punya 20 celana jeans kalau satu atau dua aja udah cukup untuk berbagai acara.
Salah satu penyebab utama gaya hidup konsumtif adalah fear of missing out (FOMO). Kita sering takut ketinggalan tren, takut dibilang nggak update, atau merasa harus punya sesuatu biar bisa diterima di lingkungan sosial. Padahal, kenyataannya, orang lain nggak peduli sebanyak itu sama barang yang kita punya. Yang lebih penting adalah gimana kita menggunakan apa yang sudah kita miliki dengan maksimal.
YONO juga relevan dalam cara kita mengonsumsi hiburan. Berapa banyak dari kita yang langganan berbagai platform streaming tapi akhirnya cuma nonton di satu atau dua aja? Netflix, Disney+, Prime Video, HBO—semuanya kayaknya wajib dimiliki, padahal ujung-ujungnya kita cuma nonton satu serial di satu platform. Kita hanya butuh satu platform yang benar-benar sesuai dengan selera kita, bukan semua layanan sekaligus.
Di dunia digital, banyak orang merasa harus punya semua aplikasi produktivitas, padahal satu aja yang benar-benar dipakai udah cukup. Misalnya, ada yang install lima aplikasi to-do list, tapi akhirnya tetap balik ke satu aplikasi yang paling nyaman digunakan. Kita sering terjebak dalam ilusi bahwa semakin banyak alat, semakin produktif kita. Padahal, kenyataannya, semakin sedikit alat yang kita gunakan, semakin efisien kita bekerja.
Dalam dunia kuliner, kita juga sering kebanyakan pilihan. Berapa kali kita buka aplikasi pesan makanan, scroll puluhan menit buat milih restoran, tapi akhirnya tetap pesan makanan yang itu-itu aja? Ini karena otak kita sebenarnya nggak suka kebanyakan pilihan, dan semakin banyak opsi, semakin sulit buat mengambil keputusan. Kalau kita udah tahu satu tempat makan yang enak dan sesuai selera, buat apa buang waktu mencoba terlalu banyak tempat baru hanya karena penasaran?
YONO juga bisa menyelamatkan kita dari kebiasaan belanja impulsif. Salah satu trik yang bisa dipakai adalah sebelum membeli sesuatu, tanyakan dulu ke diri sendiri: “Kalau aku nggak beli ini, apakah hidupku bakal tetap berjalan normal?” Kalau jawabannya iya, berarti barang itu nggak terlalu penting. Kita sering tergoda beli barang yang sebetulnya nggak menambah nilai dalam hidup kita, hanya karena keliatannya menarik atau ada diskon besar.
Dalam urusan kendaraan, kita sering melihat orang berlomba-lomba ganti mobil atau motor tiap beberapa tahun sekali. Padahal, kalau satu kendaraan sudah cukup nyaman, fungsional, dan masih bisa digunakan dengan baik, buat apa buru-buru ganti? Kecuali kalau memang butuh karena alasan teknis atau keamanan, sering kali kita hanya termakan tren dan gengsi sosial.
Konsep YONO juga bisa diterapkan dalam kebiasaan kerja. Banyak orang merasa harus punya banyak gadget buat terlihat produktif—laptop terbaru, tablet, smartwatch, dan berbagai aksesori lainnya. Padahal, kalau satu laptop aja udah cukup buat kerja, tambahan gadget lainnya bisa jadi cuma gangguan. Fokus pada satu alat yang benar-benar mendukung produktivitas lebih efektif daripada mengoleksi banyak barang yang akhirnya jarang digunakan.
Di dunia fotografi, banyak orang tergoda buat beli kamera mahal dan berbagai lensa tambahan, padahal sering kali mereka cuma pakai mode otomatis dan nggak benar-benar eksplorasi fitur yang ada. Satu kamera yang dikuasai dengan baik lebih berharga daripada lima kamera yang jarang dipakai. Hal yang sama juga berlaku buat hobi lainnya. Kita nggak perlu semua alat lukis mahal buat jadi pelukis yang baik, cukup satu set alat yang sesuai dengan kebutuhan kita.
Pada akhirnya, YONO ngajarin kita buat lebih bijak dalam belanja dan menggunakan apa yang kita punya. Kita nggak perlu hidup dalam kekurangan, tapi kita juga nggak perlu punya berlebihan. Semakin kita bisa membatasi diri dan memilih dengan bijak, semakin kita bisa menikmati hidup dengan lebih sederhana, efisien, dan bebas dari stres karena kebanyakan pilihan. Memiliki lebih sedikit tapi berkualitas itu jauh lebih baik daripada punya banyak tapi nggak pernah benar-benar dipakai.