
Setiap hari kita dihadapkan dengan berbagai pilihan, dari yang sepele sampai yang bisa mengubah hidup. Mau makan apa hari ini? Mau ambil tawaran kerja baru atau tetap di tempat lama? Mau investasi di saham atau properti? Keputusan-keputusan ini mungkin kelihatannya biasa aja, tapi kalau dikumpulin, semua keputusan yang kita buat sepanjang hidup bakal nentuin arah masa depan kita.
Banyak orang merasa sulit buat bikin keputusan karena takut salah langkah. Mereka takut kalau pilihan mereka bakal bikin mereka nyesel di kemudian hari. Akhirnya, banyak yang memilih buat nggak mengambil keputusan sama sekali alias jalan di tempat. Padahal, nggak milih itu juga tetap sebuah pilihan, dan sering kali itu lebih buruk daripada salah ambil keputusan.
Salah satu alasan kenapa banyak orang kesulitan dalam mengambil keputusan adalah karena mereka terlalu fokus mencari pilihan yang sempurna. Mereka berharap ada satu keputusan yang 100% benar tanpa ada risiko sama sekali. Padahal, dalam dunia nyata, hampir semua keputusan punya risiko dan konsekuensinya masing-masing. Nggak ada pilihan yang benar-benar sempurna.
Salah satu cara untuk bikin keputusan yang lebih baik adalah dengan memahami konsep second-order thinking. Ini adalah cara berpikir yang nggak cuma melihat dampak langsung dari sebuah keputusan, tapi juga efek jangka panjangnya. Misalnya, kalau seseorang memutuskan buat resign dari pekerjaannya sekarang buat memulai bisnis, dampak langsungnya mungkin adalah kehilangan penghasilan tetap. Tapi kalau dilihat dalam jangka panjang, mungkin itu justru bisa membuka peluang yang lebih besar buat kebebasan finansial dan karier yang lebih memuaskan.
Banyak orang yang terjebak dalam short-term thinking, alias cuma mikirin manfaat instan dari sebuah keputusan tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjangnya. Misalnya, seseorang yang sering beli barang mewah dengan kartu kredit mungkin merasa senang saat itu juga, tapi dalam jangka panjang, mereka bisa terjebak dalam utang yang sulit dilunasi. Atau dalam dunia bisnis, perusahaan yang cuma fokus pada keuntungan jangka pendek tanpa membangun hubungan baik dengan pelanggan mungkin bakal kehilangan loyalitas pasar dalam beberapa tahun ke depan.
Ketika menghadapi pilihan yang sulit, banyak orang juga terlalu mengandalkan intuisi tanpa mempertimbangkan data atau logika. Memang, intuisi itu penting, terutama kalau kita udah punya banyak pengalaman di suatu bidang. Tapi kalau keputusan yang diambil sepenuhnya berdasarkan perasaan tanpa analisis yang jelas, risikonya jadi lebih besar.
Salah satu cara buat bikin keputusan yang lebih baik adalah dengan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin sebelum mengambil keputusan. Ini bukan berarti kita harus menunda keputusan terus-menerus sampai punya semua data yang sempurna, tapi minimal kita tahu apa aja kemungkinan yang bakal terjadi. Dalam dunia bisnis, misalnya, perusahaan yang sukses nggak cuma mengandalkan feeling, tapi juga riset pasar, data pelanggan, dan tren industri buat bikin keputusan yang lebih akurat.
Tapi ada juga jebakan yang disebut analysis paralysis, di mana seseorang terlalu banyak mengumpulkan informasi sampai akhirnya malah nggak bisa mengambil keputusan sama sekali. Mereka terus membandingkan opsi satu dengan yang lain, takut salah pilih, dan akhirnya nggak mengambil langkah apa pun. Ini sering terjadi dalam investasi, di mana seseorang menghabiskan berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun buat riset, tapi nggak pernah benar-benar mulai investasi karena selalu merasa belum cukup tahu.
Dalam pengambilan keputusan, kita juga perlu memahami konsep opportunity cost. Ini adalah biaya dari setiap pilihan yang kita ambil. Setiap keputusan yang kita buat berarti ada sesuatu yang kita tinggalkan. Misalnya, kalau seseorang memilih buat lanjut sekolah S2, maka mereka kehilangan kesempatan buat bekerja dan menghasilkan uang lebih cepat. Sebaliknya, kalau mereka langsung kerja, mungkin mereka kehilangan kesempatan buat belajar lebih dalam dan memperluas koneksi akademik. Nggak ada pilihan yang benar-benar bebas dari trade-off.
Banyak orang yang menyesali keputusan mereka di masa lalu karena merasa mereka seharusnya memilih sesuatu yang lain. Tapi kenyataannya, kita nggak bisa tahu hasil dari pilihan yang nggak kita ambil. Pikiran manusia sering kali terjebak dalam hindsight bias, di mana setelah sesuatu terjadi, kita berpikir bahwa kita seharusnya bisa melihat tanda-tandanya sejak awal. Padahal, saat kita mengambil keputusan, kita nggak punya semua informasi yang kita miliki sekarang.
Salah satu trik buat menghindari penyesalan adalah dengan membayangkan diri kita di masa depan. Coba pikirkan, dalam lima atau sepuluh tahun ke depan, apakah keputusan ini masih bakal terasa penting? Apakah kita bakal nyesel kalau nggak ngambil kesempatan ini? Dengan cara ini, kita bisa lebih objektif dalam menilai dampak dari setiap keputusan.
Selain itu, banyak keputusan besar yang lebih baik diambil dengan mempertimbangkan nilai-nilai pribadi kita. Kadang kita terlalu terpengaruh oleh opini orang lain atau tren yang sedang berlangsung, padahal belum tentu sesuai dengan apa yang benar-benar kita inginkan. Orang yang sukses dalam hidup sering kali adalah mereka yang berani mengambil keputusan berdasarkan apa yang mereka yakini, bukan sekadar mengikuti arus.
Salah satu teknik yang bisa membantu dalam pengambilan keputusan adalah metode 10-10-10, yang dikembangkan oleh Suzy Welch. Konsepnya simpel: setiap kali kita harus mengambil keputusan besar, tanyakan ke diri sendiri, “Bagaimana perasaan gue tentang keputusan ini dalam 10 menit, 10 bulan, dan 10 tahun?” Dengan cara ini, kita bisa melihat dampak jangka pendek dan jangka panjang dari keputusan yang diambil, sehingga kita nggak terlalu terburu-buru atau emosional dalam memilih.
Dalam dunia bisnis, CEO yang sukses biasanya bukan orang yang selalu membuat keputusan yang benar, tapi mereka yang bisa belajar dari keputusan yang salah. Mereka tahu bahwa nggak semua keputusan bakal sempurna, tapi yang penting adalah gimana mereka bisa cepat beradaptasi dan memperbaiki kesalahan. Jeff Bezos misalnya, pernah bilang kalau dalam bisnis, keputusan yang diambil dengan 70% informasi yang tersedia biasanya lebih baik daripada menunggu sampai punya 100% informasi.
Banyak orang yang takut mengambil keputusan besar karena khawatir bakal gagal. Tapi kalau kita lihat orang-orang yang sukses, hampir semuanya pernah mengalami kegagalan dalam hidup mereka. Mereka nggak takut gagal karena mereka tahu bahwa setiap kegagalan adalah kesempatan buat belajar. Kalau kita terus menunda keputusan karena takut gagal, kita justru kehilangan kesempatan buat berkembang.
Keputusan yang baik sering kali datang dari keseimbangan antara logika dan intuisi. Logika membantu kita menganalisis data dan kemungkinan hasil, sementara intuisi membantu kita melihat aspek yang nggak selalu bisa diukur dengan angka. Kombinasi keduanya bisa membantu kita mengambil keputusan yang lebih seimbang dan masuk akal.
Pada akhirnya, yang paling penting dalam pengambilan keputusan adalah keberanian buat bertindak. Banyak orang yang punya ide bagus, rencana matang, dan analisis yang kuat, tapi nggak pernah benar-benar mengambil langkah pertama. Mereka terus menunggu waktu yang sempurna, yang pada kenyataannya nggak akan pernah ada. Keputusan terbaik adalah yang diambil dengan keyakinan dan kesadaran bahwa setiap pilihan membawa risiko, tapi juga peluang buat tumbuh dan berkembang.
Kita nggak bisa mengontrol hasil dari setiap keputusan, tapi kita bisa mengontrol bagaimana kita bereaksi terhadapnya. Daripada terus takut salah langkah, lebih baik fokus pada bagaimana kita bisa belajar dari setiap pengalaman. Karena pada akhirnya, hidup adalah rangkaian dari keputusan yang kita buat, dan semakin kita berani mengambil keputusan, semakin besar kemungkinan kita mencapai apa yang kita inginkan.